Peneliti Adam Radomsky meneliti lebih dari 700 mahasiswa dari 13 negara. Ditemukan bahwa hampir semua mahasiswa (94%) menyatakan memiliki pikiran yang mengganggu dalam 3 bulan terakhir.
Sama seperti penelitian di atas, kebanyakan dari kita juga memiliki banyak pikiran yang muncul otomatis dan cenderung mengganggu. Pikiran yang membuat kebisingan di kepala.
Mulai dari hal yang ditakuti, hal yang mengecewakan, hal yang menyakitkan, hingga hal-hal yang sepele. Terlalu banyak kebisingan di kepala membuat kepala terasa berat. Bisa berakibat pada sakit kepala atau migrain. Pada sebagian orang, kepala yang terlalu ribut membuat susah tidur di malam hari.
Menurut Steven C. Hayes, Ph.D, kebanyakan dari kita hidup dengan arus konstan pemikiran internal, kritik dari masa lalu, dan perintah dari bos dan figur otoritas yang bergema di kepala.
Pikiran yang tidak diinginkan itu bersifat mengganggu. Saat berusaha bangun di waktu shubuh saja, seringkali muncul pikiran yang mengganggu, yang berkata, “Ini masih gelap dan masih mengantuk”. Dan begitu seterusnya pikiran mengganggu itu hadir hingga menjalani aktivitas dan menjelang tidur di malam hari.
Hayes memberikan tips kepada kita untuk mengatasi kebisingan di kepala. Caranya adalah dengan memberikan nama pada pikiran tersebut. Memberi nama pada suara internal di kepala dengan nama yang tidak digunakan untuk menyebut diri sendiri.
Hayes sendiri memberi nama alter egonya (diri kedua yang dipercaya berbeda daripada kepribadian yang sebenarnya atau kepribadian lain yang dibentuk secara sadar untuk menghadapi kondisi tertentu) dengan nama “George”. Ketika Hayes menyadari pikirannya mulai mengoceh, dia akan mengatakan, “Terima kasih atas sumbangan pemikirannya George. Kamu sangat perhatian.”
Hayes tidak berusaha mengendalikan atau mengabaikan pikirannya, dia benar-benar tulus kepada George. Saat muncul pikiran yang obsesif, Hayes akan mengajak ngobrol George dan memberikan pandangan yang berbeda dan positif.
Teknik ini menciptakan ruang psikologis pada diri kita. Menciptakan ruang di antara diri kita dengan pengalaman buruk yang dialami, sehingga membuat pikiran negatif kehilangan sebagian kekuatan pukulnya.
Kita juga bisa memberitahu pikiran kita bahwa kita telah mendengar ocehan negatifnya, dan kemudian memutuskan untuk melepas pikiran negatif tersebut.
Riset selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa “dialog internal yang berjarak” dapat membantu kita menciptakan jarak psikologis dari pikiran yang mengganggu, yang akan dapat membantu kita mengatur emosi, pengendalian diri, dan kebijaksanaan dengan lebih baik.
Kita akan menjadi lebih mampu menangani masalah emosi negatif, bahkan jika kita sebelumnya kesulitan mengelola perasaan atau perilaku.
Para peneliti otak juga menemukan bahwa saat kita menggunakan teknik “menjaga jarak psikologis dari pikiran mengganggu”, otak kita yang terlihat pada hasil pencitraan, menunjukkan pusat emosi di otak menjadi lebih tenang dan meningkatkan kemampuan pengendalian diri.
Penulis : Syahril Syam, ST, C.Ht, L.NLP Pakar Pengembangan Diri