Ini adalah bait-bait kesadaran yang mengalir dalam kehidupan, namun kita tidak mampu untuk menyimak lebih dalam untuk mau memahami.
Kita tidak pernah peduli akan tranformasi jiwa kita karena kita merasa sudah matang dan benar dalam menjalankan apa yang kita pahami selama ini.
Pandanglah dunia saat ini! Betapa setiap kelompok mengatasnamakan kebenaran lalu menyerang kelompok lain yang dianggap sesat, mereka begitu buas seperti serigala, yang kelaparan.. Oh.. memang demikian adanya..
Didalam jiwa mereka masih melekat erat sifat-sifat kebinatangan itu..!!!
Benar yang di katakan Zarathustra dalam bukunya
“Tuhan Telah Mati”
Karena dalam kebudayaan dan peradaban di zaman modern ini Tuhan telah mati dalam hati manusia. Yang SALAH dibenarkan dan yang BENAR disalahkan
Mereka telah membunuh Tuhan dalam hati mereka. Sebab orang sudah tidak menghiraukan lagi tindakan moral apapun.
Yang ada adalah etik yang situasional dan individual. Tidak ada etik yang bersumber dari wahyu, yang berlaku secara universal yang menyebabkan mereka kehilangan kiblat yang sebenarnya.
Saat itu yang dipentingkan hanyalah materi belaka, Ke-UANGAN yang menjadi mahakuasa.
Selamat merenungi akan setiap tangga perjalanan ini dalam menggapai pencerahan jiwa yang hakiki.
Semoga dapat memberikan suatu hikmah dalam langkah hidup ini lalu mengantarkan pada tahap evolusi jiwa.
Dan di tapakan terakhir engkau akan mengerti semuanya dalam kesadaran
FALSAFAH:
Kebajikan yang bergulat dengan kebajikan… merespon nafsu atas kehendak ego agar tampak sejajar dan berirama dalam ke-Pantasan.
Mungkin dedauanan kering yang tak bisa membaca dengan cermat gambaran diri, karena ia terlalu kering untuk sebuah kebeningan yang memancarkan energi kasih, tapi ia pernah melakukannya.
Maka jiwalah yang harus bangkit dalam kebangkitan yang sejuk tanpa warna.
Kegelapan bergulat dengan kegelapan… merespon ego dalam kebodohan yang terbodoh karena arah dan jejak seolah tidak pernah ada, lalu membuat semuanya semakin tenggelam.
Tapi itu masih bisa untuk dimaafkan ketika cahaya membias lalu menuntun arah pandangan pada jejak dan arah dalam asa
KEBIJAKAN:
Di dalam diriku ada aku. Dalam nya aku ada hati.
Milikilah diriku seperti engkau menjadi telaga dan akulah mata airnya..
Satu dalam kesatuan lalu mengalir dalam kesejukan, memberi minum pada makhluk yang dahaga tanpa pamrih
Menjadi sumber kehidupan dalam cinta adalah karakter dasar berpondasikan tulus dan sabar.
Seperti angin yang merangkul awan, lalu meneteskan bait-bait kedamaian untuk menyejukkan jiwa-jiwa yang tandus di alam ini.
RENUNGAN:
Didalam keindahan hidup, akan mekar kuntum anugerah yang cemerlang dengan bias energi kedamaian sehinga senda gurau dapat dilakoni dalam tatanan kesadaran lalu memahami akan tujuan dan muara hidup.
Tuhan adalah Muara hidup, Ia sandingkan keindahan pada tatanan kehidupan agar kita dapat bersenda gurau dalam menikmati hidup sebagai makna anugerah, namun kadang kita tidak menyadari dan keliru untuk melakoni hidup.
Bahkan kadang kita sering salah dalam ber-Tuhan namun kita tidak sadar akan kesalahan tersebut.
Kita hanya mampu memandang, namun tak melihat secara utuh pada setiap falsafah hidup yang kita lalui, kita hanya bisa bicara namun tak mampu membahasakan dengan sempurna akan makna terdalam yang mengalir di balik jiwa.
Alam yang indah ini hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memiliki jiwa yang selaras, karena jiwa-jiwa yang liar begitu sibuk meramu alam untuk merangkai kehendak yang penuh ketamakan.
Dan akhirnya alampun bicara dalam makna yang tidak mereka pahami..
Mereka menafsir sebagai cobaan, sementara jejak langkah mereka tidak pernah menapaki tangga keimanan.
Mungkinkah orang-orang yang tidak beriman itu dicoba.?
Mereka menafsir sebagai teguran, sementara jejak langkah hidup mereka tidak pernah menunjukan sebuah kesadaran.
Wajarkah orang-orang yang buta hatinya akan mengerti pesan-pesan Ilahi.?
Akhirnya hanya rumput yang bergoyanglah yang dapat memberikan jawaban..!!!
Sadar akan kesadaran adalah sebuah awal dari kesadaran hidup, karena banyak yang tidak sadar akan makna kesadaran, mereka hidup seperti sebatang kayu kering yang dihempas badai kehidupan, tidak memiliki sedikitpun kemampuan untuk menguasai diri apalagi mengarahkan makna hidup, mereka menyebutnya kepasrahan!
Seperti pada jiwa kita, dimana pergulatan kehendak dalam dualitas panorama warna hidup bergejolak dalam mengambil peran, dan dari sinilah segalanya dimulai.
Warna-warna dari jiwa ini akan saling berinteraksi lalu berkumpul dan membentuk elemen-elemen energi yang lebih besar, energi ini akan berkumpul sesuai dengan warna dan vibrasinya seperti halnya kumpulan golongan kebajikan dan golongan kebatilan.
Warna-warna energi inilah yang akan berinteraksi dengan energi alam yang ada lalu bereaksi dan melahirkan berbagai efek implementasi hukum alam.