Pat Mesiti adalah anak dari sepasang pecandu berat alkohol. Saat masih kecil, ayahnya yang pemabuk sering memukul Pat karena menganggap Pat telah mencuri uangnya.
Pat sering dikurung selama sehari penuh dan tidak diberi makan dan minum sama sekali. Pat tumbuh dengan harga diri yang rendah dan pretasi sekolah yang berantakan.
Ia harus sering pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Di setiap sekolah barunya ia selalu diberi label anak berandalan, anak bermasalah, anak pecandu alkohol, anak bodoh, anak bandel, dan lain-lain.
Suatu saat ia pindah sekolah lagi. Tidak ada satu pun guru dan kepala sekolah yang percaya pada Pat, kecuali guru olahraganya.
Waktu Pat telah berusia 15 tahun. Guru olahraganya berkata :
“Nak, kamu adalah manusia yang berharga. Kamu dapat mencapai apapun yang kamu inginkan dalam hidupmu. Kamu bisa menjadi apa saja yang kamu inginkan asalkan kamu percaya pada kemampuan dirimu. Saya percaya pada dirimu. Kamu pasti bisa!”
Dengan berbekal rasa cinta dan percaya dari satu orang guru saja, Pat lalu mengembangkan dirinya.
Ia mulai mengejar impian semasa kecilnya dulu. Ia ingin menjadi juara tinju di sekolahnya. Singkat cerita, di bawah bimbingan dan asuhan guru ini, Pat akhirnya berhasil menjadi juara.
Dari sini Pat lalu mengejar impian yang lebih besar. Dia bangun kembali konsep dirinya. Dia tetapkan tujuan hidupnya. Walaupun tidak mudah, namun berkat pengulangan atas ketekunan, keteguhan hati, keuletan, dan semangat yang tinggi, Pat kemudian menjadi salah satu public speaker paling top di Australia.
Kita dilahirkan untuk sukses, tetapi dikondisikan untuk gagal. Sepertinya, inilah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi Pat di atas dan anak-anak lainnya.
Kita sesungguhnya membutuhkan kasih sayang yang dengan itu bisa memahami kondisi kita, agar kemudian menjadi kuat dan melejitkan diri.