Seorang darwis tengah berdoa dengan tenang. Seorang pedagang kaya, yang mengamati ketaatan dan kesungguhan sang darwis, sangat tersentuh dengannya.
Pedagang itu menawarkan satu tas emas kepada darwis itu. “Saya tahu Anda akan mengunakan uang tersebut untuk mencari ridha Tuhan. Mohon ambillah.”
“Sebentar,” balas darwis itu. Saya tak yakin apakah sah bagi saya mengambil uangmu. Apakah Anda orang yang kaya? Apakah Anda mempunyai uang lebih di rumah?
“Oh, ya. Paling tidak saya punya seribu keping emas di rumah,” aku si kaya itu dengan bangga.
“Apakah Anda ingin seribu keping emas lagi?” tanya darwis.
“Tentu saja. Setiap hari saya bekerja keras untuk meraih uang lebih.”
“Dan apakah Anda ingin seribu keping emas lagi lebih banyak dari itu semua?”
“Pasti. Setiap hari saya berdoa agar saya meraih lebih banyak lagi uang.”
Darwis itu mendorong tas yang berisi kepingan emas itu kepada pedagang itu. “Maaf, saya tak bisa mengambil uang emas Anda,” katanya. “Orang yang kaya tak bisa mengambil uang dari orang yang miskin.”
“Bagaimana bisa Anda menyebut diri Anda orang yang kaya dan saya orang yang miskin?” pedagang itu memprotes.
Darwis itu menjawab, “Saya adalah orang yang kaya sebab saya puas dengan apapun yang Tuhan berikan pada saya. Anda orang yang miskin, sebab berapa pun yang Anda miliki, Anda selalu tak pernah puas, dan selalu meminta lebih kepada Tuhan.”
Kisah di atas menunjukkan kepada kita untuk melihat ke dalam hati kita. Bekerja adalah suatu kemestian bagi kita. Karena dengan itu kita memenuhi kebutuhan hidup.
Bekerja dilakukan oleh tubuh kita. Dan dalam bekerja ada tujuan-tujuan yang akan dicapai. Namun, apa yang senantiasa terbersit di hati kita?
Apakah di hati terdapat ketidakpuasan hidup? Apakah di hati terdapat hasrat dan ambisi yang tak bertepi?
Ataukah di hati kita senantiasa ada rasa syukur, yang dengan rasa itu kita senantias puas dengan kehidupan yang dijalani? Dan juga sabar menjalani setiap takdir yang terjadi pada diri kita?
Kebanyakan dari kita hanya bekerja tanpa menyadari apa yang sesungguhnya bersemayam di hati.
Padahal apa yang bersemayam di hati menunjukkan siapa diri kita sesungguhnya.
Itu karena hasil akhir dari setiap pengalaman hidup adalah perasaan. Yang dengan perasaan itu menjadi penggerak kebiasaan dan memprogram seluruh sistem di tubuh kita.
Penulis : Syahril Syam, ST, C.Ht, L.NLP Pakar Pengembangan Diri