Saat kita semakin sayang kepada anak kita karena mereka juara kelas, maka pesan kita tersebut akan termaknai dan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak usia enam tahun hingga kuliah
Sebagai suatu pemahaman bahwa orang tua saya tidak akan mencintai dan menghormati saya, kecuali jika saya memenuhi aspirasi-aspirasi mereka.
Para mahasiswa yang sudah terkontaminasi keyakinan tetap akan mengatakan, “Saya sering merasa bahwa orangtua saya tidak akan menghargai saya jika saya tidak sukses seperti yang mereka inginkan” atau….
“Orangtua saya mengatakan bahwa saya bisa menjadi apapun yang saya sukai, tetapi jauh di lubuk hati saya merasa bahwa mereka tidak akan setuju dengan saya kecuali saya menjalani profesi yang mereka kagumi”.
Inilah cinta dengan syarat yang kebanyakan orang tua lakukan sebagai sebuah pesan dan termaknai sebagai mindset tetap dalam pikiran bawah sadar anaknya.
Cinta dengan syarat ini mungkin kerap berbentuk seperti pesan berikut:
“Kami tidak peduli tentang siapa kamu sebenarnya, apa yang menjadi keinginan kamu, dan mau jadi apa kamu kelak. Kami tidak peduli dengan semua itu. Kami akan mencintai dan menyayangi kamu jika kamu kuliah di perguruan tinggi ternama”.
Jika seseorang memuji “kemampuan” seperti ini:
“Kamu cepat paham pelajaran itu. Kamu memang cerdas!”, makna yang tersampaikan ke dalam pikiran bawah sadar adalah:
“Jika saya tidak memahami dengan cepat berarti saya tidak cerdas”.
Jika seseorang memuji “kemampuan” seperti ini: “Kamu hebat. Kamu berhasil dapat nilai 100, bahkan tanpa perlu belajar”, makna yang tersampaikan ke pikiran bawah sadar adalah:
“Kalau saya tidak dapat nilai 100, maka saya tidak hebat. Bahkan, sebaiknya saya berhenti belajar karena jika saya belajar, saya tak akan lagi dianggap hebat”.
Mari kita simak percakapan seorang anak berikut.
Philip adalah seorang anak berusia 14 tahun. Ayahnya bekerja dalam suatu proyek bersama.
Terjadi percakapan saat Philip menilai “kemampuan” dirinya dan memberi label kemampuan itu sebagai identitas dirinya.
Namun, sang ayah cukup bijak dan justru mengarahkannya kepada suatu usaha untuk memperbaiki diri dan siap menghadapi rintangan hidup:
Philip : Astaga, aku begitu kikuk.
Ayah : Itu bukan kata yang tepat kita ucapkan saat paku jatuh.
Philip : Apa yang ayah katakan?
Ayah : Katakanlah, paku jatuh dan aku akan memungutnya!
Philip : Hanya begitu?
Ayah : Hanya begitu.
Philip : Terima kasih, ayah!
Memuji “kemampuan” atau memuji “usaha” memang terlihat sangat sederhana dan mungkin tampak tipis sekali perbedaannya.
Tetapi, dalam penelitian Dweck, pesan-pesan itu memiliki dampak yang sangat jauh berbeda di pikiran bawah sadar seseorang.
Makna keduanya sangat jelas berbeda pada pikiran bawah sadar. Hal inilah yang melahirkan keyakinan tetap (fixed mindset) atau keyakinan pertumbuhan (growth mindset).
Ketika sudah terbentuk suatu keyakinan pada diri seseorang, apapun pesan yang tersampaikan akan memiliki makna yang sejalan dengan keyakinan yang dipegang.