Tidak semua marah bersifat destruktif dan negatif. Karena ketika kita marah karena alasan yang benar, dengan cara yang benar, dan untuk tujuan yang benar, maka marah ini justru baik dan konstruktif.
Sayangnya kebanyakan orang yang marah justru bersifat destruktif dan negatif. Marah pada dasarnya merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan diri.
Saat agama kita dihina, maka hadir mekanisme pertahanan dan perlindungan terhadap agama, sehingga membuat kita marah.
Namun dalam kebanyakan kasus, mekanisme pertahanan dan perlindungan ini bukan demi melindungi sesuatu yang benar dan baik, tapi lebih banyak karena melindungi dan mempertahankan ego.
Saat seseorang tersinggung dan mengedepankan egonya, muncullah kemarahan. Dan marah juga memiliki sifat buas dan liar, sehingga yang terjadi akhirnya adalah kemarahan yang meledak-ledak.
Banyak orang marah hanya karena tidak sesuai keinginannya semata, bukan karena membela sesuatu yang benar dan baik. Marah seperti inilah yang bersifat destruktif dan negatif.
Menjadi marah yang meledak-ledak hanya karena merasa sakit hati, tidak sesuai keinginan, dan berbagai alasan yang lebih banyak berputar pada lingkaran egois semata.
Dan karena pikiran adalah otak yang bekerja, jika seseorang terus-menerus memikirkan lebih banyak pikiran dengan cara yang sama dan mengaktifkan banyak jaringan sel otak yang menyala secara bersamaan
Dalam sebuah urutan, pola, dan kombinasi tertentu – ia pun menciptakan sebuah level pikiran, yang kemudian menciptakan representasi internal dan citra tentang dirinya di lobus frontal otak.
Di sinilah ia bisa membuat pikirannya lebih nyata daripada lingkungan di luar dirinya. Dalam hal ini, ia melihat dirinya sebagai orang yang pemarah.
Ketika ia menerima, yakin, dan berpasrah pada gagasan itu (bahwa ia adalah pemarah) tanpa analisis apapun (biasanya karena rutin terjadi), maka konsep dan citra itu menjadi semakin kuat dengan mengondisikan tubuh menjadi seorang pemarah.
Kemudian perasaan marah di tubuh ini mengirimkan sinyal ke otak agar menghasilkan berbagai macam alasan untuk semakin merasa marah. Itulah sebabnya, ketika seseorang dikuasai oleh amarah, maka akan selalu saja muncul alasan yang membenarkan dirinya untuk mesti marah.
Tubuh menjadi pikiram tentang amarah, sehingga amarah tak lagi berada dalam pikiran di otak, tetapi sebaliknya emosi marah tersimpan sebagai energi di dalam tubuh.
Inilah yang dimaksud kemarahan destruktif yang terpendam, karena telah terpendam menjadi energi di tubuh. Sehingga emosi marah yang awalnya tercipta dari pikiran, menjadi tersimpan sebagai energi di dalam tubuh.
Energi marah yang tersimpan ini menghasilkan efek biologis yang terkait. Bisa berupa kelelahan, masalah pencernaan, masalah ginjal, atau sistem imun yang melemah.
Dan secara mental membuat seseorang menjadi “bersumbu pendek”, tidak sabar, frustasi, penuh kebencian, dendam, atau intoleransi.
Penulis : Syahril Syam, ST, C.Ht, L.NLP Pakar Pengembangan Diri