Pada prinsipnya rasa khawatir muncul ketika memikirkan masa depan yang tidak pasti. Semakin dipikirkan, maka bisa menghadirkan perasaan cemas ringan.
Contoh akan hal ini adalah demam panggung. Merasa cemas karena berada dalam situasi yang terlalu mengkhawatirkan berbagai hal di masa depan saat berada di atas panggung.
Jangan-jangan begini, jangan-jangan begitu. Pola “jangan-jangan” biasanya tercipta karena melihat atau mengalami peristiwa yang mengkhawatirkan.
Anak muda yang sering melihat atau mengalami berbagai peristiwa yang bisa membuat khawatir; pada saat itu mungkin saja ia tidak merasa khawatir. Nanti saat ia telah berkeluarga dan memiliki anak, maka pola khawatir itu hadir ketika dihubungkan dengan pasangan dan anaknya.
Pola “jangan-jangan” juga bisa hadir ketika melihat atau mengalami suatu musibah. Bisa juga ketika melihat atau mengalami peristiwa menakutkan.
Jika seseorang khawatir setiap hari tentang apa yang mungkin terjadi di saat berikutnya, ia akan memicu serangkaian pemikiran yang akan menciptakan pola pikir kegelisahan.
Dalam relung neokorteks, serangkaian jaringan saraf program tertentu akan menyala, mendukung proses berpikir berkelanjutan yang terkait dengan berbagai ingatan yang mengkhawatirkan.
Ketika pikiran-pikiran ini mengaktifkan pola tertentu dari koneksi antar-sel otak, tubuh kemudian akan menciptakan bahan kimia yang terkait dengan pikiran yang mengganggu itu. Sekarang setelah bahan kimia kewaspadaan itu lepas di tubuh, tubuh terasa tidak tenang.
Jika serangan panik kemudian terjadi, ia akan merasa benar-benar kehilangan kendali, situasi yang sangat menakutkan. Sekarang lebih banyak yang perlu ia khawatirkan.
Kekhawatiran dan antisipasi itu secara neurokimiawi akan menarik pengalaman berikutnya lebih dekat.
Begitu diri menyadari bahwa tubuh sedang mengalami kecemasan, jaringan saraf yang terkait dengan kecemasan sekarang diaktifkan.
Ia merasakan persis seperti yang ia pikirkan, dan ia berpikir persis seperti yang ia rasakan. Agar otak mengenali perasaan khawatir, ia akan menggunakan jaringan saraf kekhawatiran yang ada untuk mengevaluasi apa yang dirasakannya.
Akibatnya, ia kemudian akan memikirkan pikiran yang terkait dengan kekhawatirannya, karena jaringan saraf itu dihidupkan. Ia kemudian akan membuat dirinya semakin cemas.
Ia sedang dalam perjalanan melatih tubuh untuk mengalami serangan panik lagi. Ketakutannya kemudian melahirkan lebih banyak kekhawatiran, yang kemudian membuatnya lebih cemas, yang kemudian menyebabkan dirinya merasa lebih khawatir.
Alasannya sederhana. Begitu keadaan kecemasan dirinya tercipta, keadaannya diciptakan sebagai umpan balik yang terus menerus dari tubuh kembali ke otak, untuk mengaktifkan jaringan saraf kekhawatiran yang sama, yang kemudian membuat tubuh lebih cemas, dan terus menerus.
Ketika kita merespons perasaan tubuh dengan memikirkan cara tubuh merasakan, otak akan memproduksi lebih banyak bahan kimia yang sama, memberi tubuh sinyal kimia yang sama untuk dialaminya.
Inilah cara kita mempertahankan “keadaan”. Perasaan berulang apa pun, apa pun perasaan itu, menciptakan keadaan keberadaan, baik itu bahagia, sedih, bingung, kesepian, tidak layak, tidak aman, gembira, atau bahkan tertekan.
Suatu keadaan berarti bahwa lingkaran umpan balik antara otak dan tubuh telah selesai. Ketika lingkaran umpan balik berputar berulang-ulang dengan mendukung otak dan tubuh secara kimiawi, kita berada dalam keadaan keberadaan kimiawi yang sepenuhnya terpenuhi.
Kecemasan memberi makan kecemasan. Akhirnya tanpa alasan yang jelas, seseorang mulai merasakan jantungnya berdebar kencang dan mengalami kesulitan bernapas, ketakutan dan emosi yang luar biasa, kehilangan kendali, nyeri dada, keringat berlebih, dan kesulitan berpikir jernih.
Padahal dengan proses dan mekanisme yang sama, kita bisa menciptakan pola pikir dan pola merasa yang konstruktif, dimana yang kira rasakan adalah kebahagiaan, rasa syukur, dan ketenangan.
Sehingga lingkaran umpan balik otak dan tubuh seharusnya dapat melayani kita, alih-alih membuat diri tenggelam ke dalam kecemasan.
Penulis : Syahril Syam, ST, C.Ht, L.NLP Pakar Pengembangan Diri